Aradea rofixs home

9 Jun 2018

Amroxs

Sajak Pangkur
Mingkar mingkuring angkoro
_Mrih tan kemba, kembenganing pambudi
-Mangka nadyan tuwa —pikun
Yen tan mikani rasa,
yekti sepi asepa lir sepah, samun,
Samangsane pasamuan
–Gonyak ganyuk nglilingsemi.
Kemarin kami sibuk saling menatap, sehingga kami tak sanggup memaknai setiap panah bahasa yang meluncur, menujam rasa
Dan kini, Otakku seperti terkunci oleh kenyataan, jika hidup tak ubahnya seperti air, kadang seperti hujan berhamburan, kadang seperti ombak menghentak, dan kadang seperti sungai, mengalirlah arus takdir dan didalamnya ikan-ikan mimpi menari²
Tapi, kita hanyalah buih kecil di dalam luasnya lautan semesta, yang terlalu mesra bertegur sapa dengan bayangan sendiri
Oh
Kemarin kami bersombong diri merumuskan sejumlah pengetahuan sehingga terbentang jarak 'tuk menyelipkan sekelumit makna kalimat cinta.
Sebab pun kita berasal dari mata air yang berbeda dan pernah disatukan dalam sebuah danau kemesraan,
Dimana yang berbeda dapat saling menyamakan persepsi, berinteraksi,
Adalah danau, tempat saling bersinggungan merajut sulur merah benang-benang mimpi yang berserakan
Tanpa disadari ternyata dari situlah spora-sepora cinta berawal,
Mangkono ngelmu kang nyata,
Sanyatane, mung weh reseping a-ti,
Bungah ingaran -- cubluk,
Sukeng tyas yen denina,
Nora  kaya si punggung anggung gumrunggung
Ugungan sadina dina
Aja mangkono wong urip.
2/
Dan sajak ini lahir
seiring rerepih air hujan yang berhamburan seperti bertih-bertih  beras di tabur ke langit.
Ketika, angin pelan meraba muka
dan otakku terbang ke rawa-rawa masa lalu
Gerimis semakin remah seperti jarum baja berserak, keras menghentak
Dan mataku seperti remang-remang melihat lajunya arus waktu pada sebuah musikalisasi abadi
Menyaksikan kaki kaki yang berlarian, kesana kemari
Mencari lautnya sendiri-sendiri, menempuh terjal jalan
Dengan slogan dan poster, tema yang berbeda.
Mereka berlari, mengitari takzimnya diri sendiri
Sesuai munajat makna, di laut selalu ada ikan-ikan,
Dalam hidup selalu ada harapan
Kaki kaki yang terengah engah menuju kesana, ke pusat cahaya harapan-nya
Di situlah sesungguhnya permasalahan baru dimulai
Seperti Sekawanan singa di savana luas, mereka memburu kijang-kijang
Kala itu seperti ada yang belum bernama, terdorong keluar dari labirin gelap, mengambil bekal, melanjutkan langkah menuju senja yang lebih gelap
Oh
Kemarin kita semua terpenjara oleh satu dimensi kepentingan sehingga terlalu bodoh untuk menyingkap ruh tuhan yang bersemayam dibalik baju-baju kebesaran
Tapi aku faham jika mereka tidak mengambil apa-apa dari kami
Dan kami tidak kehilangan apa apa selain rasa cinta dan kebanggaan
Sebab, memang dalam lingkaran itu tak ada apa apa buat kaki kaki yang mengejar matahari
Karena permasalahan tumbuh di persemaian hatinya sendiri  dan rasa cinta hanya butuh  sikap.
Sebab keniscayaan akan melahirkan anak anak masalah baru.
Kikisane mung sapala,
Palayune ngendelken yayah wibi,
Bangkit tur bangsaning---- luhur,
Lha iya ingkang rama,
Balik sira sarawungan bae durung
Mring atining tata krama,
Nggon anggon agama suci.
Ya
Aku tulis sajak ini saat rerepih air hujan seperti bertih-bertih  beras berhamburan dari langit yang berlubang
Tak ada burung tak ada kebebasan di langit
Karena diantara kita telah terikat tali
Tetapi aku melihat, bersama hujan ada bait bait puisi yang jatuh turut, yang bermukim dalam tebalnya kerinduan yang kadang semesta pun meyanyikan untuk mahluk-mahluk bumi,
Kerinduan yang tumpah ruah, multi dimensi,
Bertih-bertih air jatuh di udik, seperti sekumpulan rindu yang pulang ke pada masa lalu
hujan berciuman dengan pacar masa lalunya,
Berciuman dengan bumi, dan aku menamainya sebagai reuni semesta.
Ya.... dan kita adalah air.
Ada kalanya menjadi lautan.
Adakalanya menjadi sungai.
Adakalanya menjadi hujan
Sebab kerinduan adalah bertih-bertih kecil dari besarnya permasalahan yang tengah berlangsung di jagad raya ini.
Berserak maju menuju ke khakekat semula.
Ini kali kita seperti menjadi hujan didalam hutan kemesraan, sebagai elemen kerinduan dari semesta raya.
Kita adalah cahaya-cahaya ilahi yang bertebaran memenuhi tiap detik yang lepas dari rangkaian detak semesta.
Bertih-bertih air jatuh di udik, pulang kepada prosesi besar yang selalu ditunggu oleh setiap jengkal masa yang di tumbuhi kenangan.
Malaikat malaikatpun berputar mennyanyikan puja puji membentuk lingkaran
Innalilah wa Inna illah. Kepadanya kita berasal dan kepadanya kerinduan itu pulang.
Ya salam, ya Rahmat, ya barokah wahai jiwa-jiwa yang tengah berdamai dengan cinta dan mesra menyulam bunga
Ini reuni semesta
Maka jadilah emgkau kata-kata yang kelak mendiami lubang kenangan yang tengah kita bangunkan dari tidurnya.


Diasporasi

Aku menemukan setitik air yang berhadapan dengan waktu, lalu
Menguap entah kemana
Seperti hidup
Menara kebesaran yang tertinggi, menggapai langit, tapi  sia-sia, hanya menguap, hilang, entah kemana
La tunziro qauman ma unziro aabaahum fahum qhofilun.
Laqod holaqqul koulu 'aalla aktsarihim fahum laa yu'kminuun
Semua yang kita sangka milik kita, nyatanya hanya sebuah titipan
Harta benda, Rumah, anak-anak, semua hanya titipan
Lalu, mengapa semua di titipkan padaku?
Mengapa??!
Dan untuk apa dia menitipkan kepadaku?
Untuk apa??!
Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan dengan apa yang bukan milikku itu!!
Sebab yang terjadi kemudian, Kenapa justru berat terasa ketika titipan itu diambil oleh yang punya-Nya
Terkadang aku sebut MUSIBAH
terkadang aku sebut UJIAN
terkadang aku sebut MALAPETAKA
aku sebut apa saja.....
AKu sebut apa saja supaya jelas bahwa itu adalah penderitaan !!!
Qoluu thoo'irukum maakima ini dzukkirtum, bal atum qoumum muslimin
Aku selalu meminta titipan yang singkron dengan kebutuhan duniawiku
Aku ingin kaya harta
Ingin punya Rumah,
Ingin punya mobil,
Ingin popularitas
Dan aku berdoa tolak bala, agar disingkirkan dari Sakit
Dari kemiskinan
Dari segenap derita, yang seolah menjelma hukuman sadis itu.... !!!
Bahkan aku kecewa jika keadilan, kasih sayang-Nya tak berjalan seperti ilmu hitung, tak sesuai dengan apa yang aku harapkan.
Sebab aku rajin beribadah, sudah selayaknya semua derita menjauh, dan berkah kenikmatan sudah pasti menghampiriku.
Oh..... Betapa canggungnya aku dengan kepicikan kapitalisme, dalam menafsir tuhan yang seolah sebagai mitra dagang
Menghitung untung rugi
Mengkalkulasi, lalu menyuruh-nyuruh agar "tuhan" membalas kebaikanku
Menyuruh-nyuruh agar membatalkan segala rencananya yang tak sesuai keinginanku
.....oh
Maafkan kekerdilanku tuhan
Inni idzal laila dolaalim mubin......
Itabiku'uu man laa yas alukum ajrow wa hum mutaduun
Wa maa liya laa a buddulazi fathoronii wa illaihi turjauun
Tak siang, tak malam aku memanjatkan doa,
Aku malu
Aku tidak ingat jika setiap hari dalam doaku intinya aku selalu berserah, seluruh hidup dan mati ku hanyalah untukmu.
Maafkan aku wahai Tuhan
Dan ajarkanlah kepada kami, supaya menjadi pribadi yang bisa bersyukur dalam keadaan apapun
Menjadi bijaksana menuruti apa saja atas kehendakMu
Karena sudah pasti, jika kehendakmu itu yang terbaik bagiku
Ajari kami merengkuh syukur atas segala kehendakmu dan menjadikan semua derita sebagai anugrah
Aku tidak akan minta supaya kaya, karena aku tahu dan amat mengetahui bahwah hidup itu sendiri adalah kekayaan
Dan maafkanlah jika terkadang hati terasa berat untuk memberi padahal hamba tahu dan teramat tahu jika semua yang ku miliki adalah pemberianmu.
Aku tidak akan lagi meminta untuk menjadi yang terhebat, yang terkuat, sebab dalam kelemahan Engkau sering memberikan kekuatan
Aku tidak takut dengan untung rugi, aku tidak takut!!!!
Sebab anugrahmu adalah keuntungan bagi ku
Subbhanaal ladzi kholaqol azwaaja kullahaa mimmaa tunbitul ardlu wa min anfusihhim wa mimmaa laa ya'lamuun
Betapa dengan mengenakan baju syukur itu,  alangkah nikmatnya hidup ini.....
Bukan karena hari ini indah kita bahagia.
Tetapi karena kita bahagia maka hari ini menjadi indah.
Bukan tanpa rintangan lalu kita optimis, tetapi dengan optimis maka setiap rintangan akan menjadi tak terasa.
Bukan pun dikarenakan mudah untuk mengerjakan lalu kita yakin bisa mengerjakannya,
Tapi justru karena kita yakin bisa, maka semua menjadi mudah dikerjakan.
Bukan karena semua orang baik lalu kita tersenyum, tapi dengan kita tersenyum insyaallah semua orang akan menjadi baik.
Marilah memulai segala sesuatu dari diri kita saja sebagai titik Nol-nya
Tidak akan pernah ada hari yang menyulitkan kita, tidak ada,
kecuali diri kita sendiri yang membikin sulit.
Bila kita belum mampu menjadi jalan besar, cukup lah jadi jalan setapak yang penting bisa dilalui orang.
Bila kita belum mampu bersinar seterang matahari, menjadi lentera pun cukup bisa menerangi sekelilingnya
Jika kita belum bisa berbuat sesuatu untuk seseorang, maka berdoalah untuk kebaikannya.
Ayyaquula lahuu Kun fayakun....!!!
Fasubhannallldzi biyyadihii malakauutukili syai'in wa illaihi turja'uun....

5 Mei 2018

Tidak ada komentar: