Aradea rofixs home

25 Des 2017

Menuju Kepuncak

1/

Aku ingin bertanya padamu

Kaukah, anak gelombang itu?

yang pernah mengguncang perahu Nuh dengan sejidar pelangi, saat badai menerjang

Dan, dari tepi pagi yang kuning aku ingin mengenalmu

Kala seekor Elang merayap, seperti kura-kura di luasnya langit tanpa tepi

Dan mencoba aku kabarkan padamu dimana, adanya sungai-sungai, jalan menanjak, dan bebatuan, yang menuju bukit, dan puncak kemenangan itu

Begitu mendung mengejar, sulur-sulur petir seperti mencari mangsa

Semua harapan semu -- nampak dari kejauhan, semu, sepanjang musim yang mungkin luput dari pengamatanmu.

Aku ingin bertanya, apakah kau terlambat menghampiri jendela, memandang dari kejauhan, betapa kapal kita mulai tua oleh cerita,

2/

Bangkitlah kekasih, sebelum kuceritakan luka padamu, kini tak ada lagi api menyala

Sebab, api yang kau bawa telah habis sebelum musim dingin datang

Apakah kau?

 Anak gelombang itu,

Yang dilengan resahnya mengalir ribuan cabang sungai -- ikan-ikan seperti harapn yang hidup, lalu menari dengan sempurna.

https://youtu.be/qVm8Dkv_EwI

3/

Pada semua tugu, dan dingin, angin, dan sunyi yang melambai,

Aku mencoba memangilmu, seakan telah hafal caraku melafalkan nama kekasih,

Tetapi, itu jika kamu punya daya 'tuk mengingatnya, karena dalam ingatan terdalam ia akan hidup kekal

(Setiap melintas rawa, binatang-binatang rawa menyulam canda
bersautan berdendang hingga musim merambat mengikuti pada langkahmu yang berat.)

Ah..., aku tahu

Setiap jendela seperti kehilangan lilin, tak ada nyala, atau terang, atau harapan

Tapi aku yakin, kau pasti datang, menyuluh terang, lalu menembangkan lirih -- lagu-lagu merdu

Dan nafasku seperti menderu, menantang
dan, bersama malam sunyi,

Maaf jika kini aku paksa-paksakan, tuk menanti, untuk menguras harta yang di kandung sepi itu

Seperti pagi, akhirnya aku pun dibutakan oleh terang

Tak berarti riak dan ombak tiada lagi akan garang.

Sebab dilenganku aku menguasai musim.

4/

Senja menggigit langit sepanjang Cipayung

Merah seperti luka dengan ujung yang menujam, kelam, dan hampir usai

Belum lagi gerimis mencumbu, meretas, memakan sebagian jalanan, dari siang yang lebih panjang dari jarak pandang.



Aku terjebak dalam angka 31

Dimakan dingin, udara lembah yang turun perlahan

Dan kerlap kerlip kecil, lampu, dari kejauhan menemukan persembunyianku

Kerlap-kerlip penampakan sebuah kota yang hilang

Dan, sekejap kemudian kota itu nampak seperti hendak meledak, pekak, berserakan suara pecah

Seperti seremonial gereja ortodok, yang pecahkan di telinga


Besoknya angka baru menyergap, merayap, dalam tidur

Dalam mimpi, seperti wajah bayi

Kerinduanku terhenti ketika melihat sepasang sendal muda mudi

Sebuah terompet tergeletak terbungkus secarik catatan yang belum usai


Tidak ada komentar: