1/
Aku ingin bertanya padamu
Kaukah, anak gelombang itu?
yang pernah mengguncang perahu Nuh dengan sejidar pelangi, saat badai menerjang
Dan, dari tepi pagi yang kuning aku ingin mengenalmu
Kala seekor Elang merayap, seperti kura-kura di luasnya langit tanpa tepi
Dan mencoba aku kabarkan padamu dimana, adanya sungai-sungai, jalan menanjak, dan bebatuan, yang menuju bukit, dan puncak kemenangan itu
Begitu mendung mengejar, sulur-sulur petir seperti mencari mangsa
Semua harapan semu -- nampak dari kejauhan, semu, sepanjang musim yang mungkin luput dari pengamatanmu.
Aku ingin bertanya, apakah kau terlambat menghampiri jendela, memandang dari kejauhan, betapa kapal kita mulai tua oleh cerita,
2/
Bangkitlah kekasih, sebelum kuceritakan luka padamu, kini tak ada lagi api menyala
Sebab, api yang kau bawa telah habis sebelum musim dingin datang
Apakah kau?
Anak gelombang itu,
Yang dilengan resahnya mengalir ribuan cabang sungai -- ikan-ikan seperti harapn yang hidup, lalu menari dengan sempurna.
https://youtu.be/qVm8Dkv_EwI
3/
Pada semua tugu, dan dingin, angin, dan sunyi yang melambai,
Aku mencoba memangilmu, seakan telah hafal caraku melafalkan nama kekasih,
Tetapi, itu jika kamu punya daya 'tuk mengingatnya, karena dalam ingatan terdalam ia akan hidup kekal
(Setiap melintas rawa, binatang-binatang rawa menyulam canda
bersautan berdendang hingga musim merambat mengikuti pada langkahmu yang berat.)
Ah..., aku tahu
Setiap jendela seperti kehilangan lilin, tak ada nyala, atau terang, atau harapan
Tapi aku yakin, kau pasti datang, menyuluh terang, lalu menembangkan lirih -- lagu-lagu merdu
Dan nafasku seperti menderu, menantang
dan, bersama malam sunyi,
Maaf jika kini aku paksa-paksakan, tuk menanti, untuk menguras harta yang di kandung sepi itu
Seperti pagi, akhirnya aku pun dibutakan oleh terang
Tak berarti riak dan ombak tiada lagi akan garang.
Sebab dilenganku aku menguasai musim.
4/
Senja menggigit langit sepanjang Cipayung
Merah seperti luka dengan ujung yang menujam, kelam, dan hampir usai
Belum lagi gerimis mencumbu, meretas, memakan sebagian jalanan, dari siang yang lebih panjang dari jarak pandang.
Aku terjebak dalam angka 31
Dimakan dingin, udara lembah yang turun perlahan
Dan kerlap kerlip kecil, lampu, dari kejauhan menemukan persembunyianku
Kerlap-kerlip penampakan sebuah kota yang hilang
Dan, sekejap kemudian kota itu nampak seperti hendak meledak, pekak, berserakan suara pecah
Seperti seremonial gereja ortodok, yang pecahkan di telinga
Besoknya angka baru menyergap, merayap, dalam tidur
Dalam mimpi, seperti wajah bayi
Kerinduanku terhenti ketika melihat sepasang sendal muda mudi
Sebuah terompet tergeletak terbungkus secarik catatan yang belum usai
25 Des 2017
Menuju Kepuncak
ketika sedikit dari diri kita sendiri yang kita ketahui,maka bahasa yang tanpa literatur atau tanpa rujukanpun dirasa cukup mengelola sepa.
Tapi setidaknya aku coba mengacu pada kebenaran atau yang saya tulis adalah yang paling benar menurut saya ,menurut anda bagaimana?
Langganan:
Postingan (Atom)