Aradea rofixs home

3 Jan 2014

Hutan Hutan

1/ a.  Hutan kematian

Perkara mati adalah urusan angin dengan hulu sungai.

Sebagaimana hanya kesedihan yang kemudian dapat menceritakan teka-teki hujan dengan sempurna

Bukankah setiap bulan, Minggu, hari, selalu saja ada kematian bercerita?

Sebab pun takdir semakin belantara, sebab pun didalamnya tumbuh rimba batang-batang liar menyesatkan.

Memaksa sudut menyudut, kotak mengotak, dan tanya bertanya; "tentang bagaimana tangis kemarin, atau

tentang bagaimana jika tak ada tangisan kemarin?"

Mungkin hari ini, puisi ini, bukan lagi rangkain huruf

Melainkan hanya susunan air mata yang di Iumuri majas? 

Tapi kemudian disebut tangis.

 B/ Hutan jerit

Qabil menjerit, Qabil menjerit... 

Ketika Khabil melepaskan kematian kearahnya, 

dan nyawa Qabil melayang


Atau jika Qabil tidak mati, 

dan beranak pinak?

Lalu

manusia di muka bumi ini

jumlahnya dua kali lipat dari saat ini...! 

Lalu kita hidup saling berhimpitan.

Siapa yang menangis, siapa yang menjerit...sekarang?

Bukan Qabil tentunya.



2/ Hutan Kehidupan 


Dipinggirkan takdirku ke tepi hutan. 

Dimana jejak-jejak seperti jejakku

Dan jalan-jalan berliku nampak nyata seperti jalanku 

Dimana setiap  keresahan akan membentuk semak-semak

Dan aku semakin jauh

Baru semua jalan baharu oleh sempalan-sempalan pemikiran

Dan, jejak semakin jauh oleh jaraknya sendiri 

semua buta, semua buta, sajak-sajak yang awas, pun berdiri dalam kebutaan yang tak terkira

sebab semua kehangatan tidak pernah sampai kepada api, 

tidak dapat bersentuhan dengan tuhanNya

3/Hutan Rasa /

Satu yang ingin aku jawab, teka teki 

untuk sebuah rasa yang hanya akan menjadi seribu pertanyaan,

yang lahir dan hinggap di gurun pikiran, 

kemudian. Aku rindu pada lautan

Aku resah pada malam 

Aku cinta pada kepak pedih dan penderitaan 

semua, tak perlu di terka, termasuk kemana air mengalir,

tak perlu di terka berapa ikan ikan di dalamnya. 

Cukup, aku rasa Bahwa hutan ini adalah hutan rasa, 

sulur-sulur bianglala

itu hanya permainan warna 

semua permainan seperti menari 

merekapun menari dari pagi sampai malam menjemput tidur.

4/Hutan /

Mata Siapa yang tersesat?

"mata," jawabmu. 

Siapa yang bersedih? 

"hati," jawabmu.

Siapa yang terluka? 

Kau terdiam di timbun badai dari gurun pasir kisah kehidupan lampau

Siapa yang mati?

Dan kau menangis terseret arus takdir menuju muara pengharapan yang waktu itu kosong

Siapa yang hidup? 

Siapa yang mati? 

"Mata hati," kataku


5/Hutan Sangai/

Bersangai rindu, aku pun menelik sajak

"Seperti mengupas apel saja"

Hilang warna merah dikutup perjalanan, wajahnya

Seperti rimba belantara yang di penuhi jalan sesat

Dan, aku menemukan sebuah kota yang hilang, yang tersembunyi disitu

Setahun perjalanan cahaya yang lambat,

Seperti menyusuri pestaka lama,

ada dentum mantra-mantra, tersuji

sejidar harapan yang teruji, 

mimpi suci, yang belum di tenun oleh selimut

dan sulur cahaya leader yang telah lama temaram

Adalah kota yang penuh perlip wangi bau surgawi, menuntun

Semakin dalam kesana

ketempat yang membentuk sepura-sepura kecil dari daun santau beracun.

Bersangai perlip, dibatas kutub wajahnya

Aku seperti mendaki masa depan

Adalah tebing curam yang selalu membunuh pendaki muda

Ketika hujan ku temukan licin yang di ceritakan oleh kumbang kumbang hutan